Selasa, 27 April 2010

KASUS DUGAAN KORUPSI YANG DIUNGKAP DAN DIKAWAL OLEH KP2KKN TAHUN 1998 - 2009

Tahun 1998 :
Kasus dugaan KKN Djoko Sudantoko, S.Sos sewaktu menjabat Bupati Banyumas (Wagub II Jawa Tengah) dalam kasus dugaan korupsi Ruislag Tanah Bengkok

Kasus dugaan korupsi di BPD Jateng (yang melibatkan Panoet Harsono – Dirut BPD) :
- Kasus korupsi pengadan mesin cetak merek Heidelberg - Jerman untuk percetakan PP Tunggal senilai Rp. 561 Jt.
- Kasus korupsi pembangunan Kantor Cabang BPD di Pati, Kudus, Purbalingga senilai Rp 15,5 M
- Pengadaan biaya Sewa Beli Gedung Cabang Utama BPD di Majapahit Mall Semarang dan 8 cabang lain senilai Rp 3,9 M

Dan kasus kasus lainnya :
- Kasus dugaan penggelapan dana BPD Jateng pada BHS Semarang.
- Kasus dugaan korupsi dana Yayasan BPD
- Kasus dugaan kolusi dalam kredit di BPD
- Kasus dugaan korupsi dalam pembangunan gedung STIR BPD
- Kasus dugaan korupsi Ruislag Gedung GRIS Semarang
- Kasus dugaan korupsi pembangunan BPD Tower
- Kasus dugaan korupsi bunga jasa giro kas Pemda Jateng di BPD

Kasus dugaan korupsi pengadaan 100 Mobil Timor (mobil dinas anggota DPRD Jateng) yang diberikan oleh Gubernur Jawa Tengah (Suwardi)

Kasus pembebasan Tanah Desa Tembalang untuk Kampus UNDIP

Kasus dugaan suap (pemberian) Mobil Kijang LGX sebanyak 72 mobil oleh Walikota Semarang (Sutrisno Soeharto) kepada para Pejabat Eselon IV Kodya Semarang senilai Rp 5 M yang berasal dari APBD

Tahun 2009 :
Kasus korupsi pembangunan Embarkasi/Asrama Haji Donohudan Kabupaten Boyolali senilai Rp 20,465 M dengan modus penunjukan langsung

Kasus dugaan korupsi di PDAM Kodya Semarang senilai Rp 20 M yang melibatkan Sutrisno Suharto (Walikota Semarang)

Kasus Dana Jaring Pengaman Sosial (JPS)

Kasus dugaan Korupsi di Kanwil Depdikbud Jateng

Kasus dugaan korupsi pembangunan Lapangan Golf Sendang Mulyo senilai Rp 2,5 M

Kasus raibnya Tanah Wakaf (Bondo Masjid Besar Kauman Semarang)

Kasus korupsi di PDAM Jateng senilai Rp 4,793 M, dengan tersangka Dra. Sita Setyaningsih dan Ir. Soedarjo

Kasus penyimpangan beras (Penyelundupan Beras) Poltabes Semarang merencanakan SP3 terhadap empat tersangka : Rao Seng Goen, Akiang, Denis Gunawan, Dremo Sihono

Kasus dugaan mark up dana pembelian Mobil Kijang sebanyak 72 mobil untuk para pejabat di Kodya Semarang yang dianggarkan dalam APBD tahun 1998-1999

Kasus dugaan Suap Hakim PN Sukoharjo dalam kasus perdata No 59/Pdt.G/1999/PN Skh. (Hakim Hartono, SH)

Kasus dugaan penyimpangan dalam lelang proyek di PLN Distribusi Jateng Periode 1999/2000

Tahun 2000 :
Kasus dugaan mark up dana PON XV yang dilakukan oleh KONIDA Jateng sebesar Rp 2 M

Kasus dugaan penyelewengan Askes Boyolali

Kasus Ijasah Palsu Bupati Sragen terpilih (Untung Sarono Wiyono Sukarno) periode 2000-2005

Kasus dugaan penyimpangan dalam proyek swastanisasi pengadaan air bersih di PDAM Semarang dengan PT TKS (Tirto Kendogo Santoso)

Kasus dugaan penyimpangan/penggelapan Tanah Bengkok Kodya Semarang senilai Rp 21 M yang melibatkan para mantan pejabat. Antara lain Sutrisno Suharto (Walikota Semarang) : tanah eks bengkok Kelurahan Bangetayu Wetan, Genuk, Pandean Lamper, Gayamsari, Gedawang, Banyumanik, Pudak Payung, Pedalangan, Srondol Wetan dengan total 42 Ha

Tahun 2001:
Kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan (suap) kepada Bupati Karanganyar (Soedharmadji, SH) yang dilakukan para pengusaha yang hendak mengajukan ijin prinsip dan ganguan (HO)

Kasus dugaan penyimpangan/penyunatan dana keagamaan untuk tempat ibadah (dana bantuan dari APBD 2001) yang melibatkan Anggota DPRD Jateng (Hj Maftuhah) senilai Rp 160 Jt

Kasus dugaan penyelewengan dana INGUB untuk pembangunan Jembatan Wedarijaksa, Kec. Wedarijaksa – Pati senilai Rp 600 Jt (Proyek Fiktif dalam APBD Perubahan 2001)

Kasus penyimpangan dana KUT sebesar Rp 4,3 M yang dilakukan oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Mekar Abadi Kaliwungu Kendal

Kasus dugaan KKN Hendrawan (Sekwilda Jawa Tengah)

Kasus dugaan korupsi (keterlambatan penyelesaian) dalam pembangunan/pelebaran/peningkatan jalan Klaten – Kartasura sepanjang 21 KM yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp 72,572 M (Proyek Heavy Loaded Road Improvement Project)

Kasus Dana Mobilitas DPRD Jawa Tengah sebesar Rp 95 Jt/per orang dalam APBD 2000 dan 2001 total senilai Rp 9,5 M yang berasal dari Pos Taktis

Kasus pengadaan Mobil Dinas bagi Wakil Ketua dan Sekretaris Fraksi dan Komisi DPRD Jateng senilai Rp 18,599 M (Mobil Dinas Honda CRV dan Escudo untuk 22 Anggota Dewan)

Kasus Anggota DPRD Jateng Nglencer (Kunjungan Kerja ke Luar Negeri setelah meloloskan LPJ Gubernur Jateng) dari APBD TA 2001

Tahun 2002 :
Kasus THR DPRD Jateng dalam sisa dana anggaran APBD 2002; 20 juta rupiah perorang, senilai Rp 2 M

Kasus dugaan suap Walikota Semarang (Sukawi Sutarip) bagi-bagi uang Rp 20 juta per orang kepada 45 orang anggota DPRD Kodya Semarang untuk THR Lebaran 1423 H

Kasus Dana Purnabakti DPRD Jawa Tengah senilai Rp 10 M masing masing Anggota DPRD menerima Rp 100 Jt dengan dasar hukumnya Perda No. 14/2001 tentang Kedudukan Keuangan DPRD Prov Jateng dan dalam Perda No. 15/2002 sebesar Rp 5 M serta Perda No. 10/2002 sebesar Rp 5 M sebagai Tambahan Tunjangan Dana Purnabakti DPRD Jateng

Kasus dugaan korupsi Dobel Anggaran pada pos anggaran belanja dan sekretariat DPRD Jateng senilai Rp 50 M

Kasus dugaan Money Politic dalam jelang pilkada Karanganyar yang dilakukan oleh calon bupati Goenardi Wirdjo Soekarjo

Kasus dugaan suap/korupsi dalam proses penyelidikan kasus korupsi PUSKUD Jateng

Kasus Ruislag SMK 7- SMK 8 Semarang

Tahun 2003 :
Kasus Munawaroh versus Gubernur Jateng Mardiyanto tentang DTT senilai Rp 15 M untuk Pilgub 2003-2008

Kasus dugaan Dana Komisi A dari Kesbanglinmas yang dibagi-bagi kepada 17 Anggota Komisi A DPRD Jateng masing-masing Rp 50 juta

Kasus Lelang Kendaraan Dinas Pemprov Jateng sebanyak 456 mobil

Kasus Piknik ke Bali yang melibatkan 70 Ormas dan LSM di Jateng

Kasus Kunjungan Kerja Fiktif Komisi E DPRD Surakarta

Kasus Kunjungan Kerja DPRD Jateng Komisi A, B, C D & E ke Manca Negara sebanyak 12 kali senilai Rp 16,4 M

Kasus korupsi dana Ongkos Jahit Seragam untuk karyawan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Klaten

Kasus dugaan Duplikasi Anggaran dalam APBD 2002 Kabupaten Pekalongan (Kajen)

Kasus dugaan korupsi Dana Operasional Fraksi pada APBD 2003 senilai Rp 17,12 M

Kasus dugaan Pengalihan Dana Saving (hasil pemangkasan proyek RAPBD 2003) senilai Rp 46 M yang dilakukan Komisi D

Kasus Lelang 9 mobil dinas Pemda Kab Semarang

Kasus dugaan korupsi dalam Penarikan Retribusi Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebesar 40% (melanggar Perda No 5/2003)

Kasus dugaan Penyelewengan Proyek-proyek kerjasama Pemprov Jateng dengan ADB (Asian Development Bank)

Kasus Mafia Peradilan (suap) KPN Semarang (HR Sukandar, SH)

Tahun 2004 :
Kasus dugaan Difisit Anggaran yang dianggarkan Eksekutif dalam APBD Perubahan 2004 senilai Rp 169,2 M

Kasus dugaan korupsi Dobel Anggaran DPRD Jateng (kasus APBD 2003) senilai 14,8 M

Kasus dugaan korupsi Pengadaan Mobil Dinas Pemprov Jateng yang dianggarkan dalam APBD 2004 senilai Rp 7,8 M untuk pengadaan 34 mobil dinas

Kasus dugaan korupsi Pengadaan Pakaian dinas DPRD Jawa Tengah senilai Rp 653 juta dalam APBD 2004

Kasus Ijasah Palsu Bupati Pati (Tasiman)

Kasus mobil dinas pejabat Pemprov/dhem-dheman mobil (Sekda Drs. Hendrawan dan kepala dinas DPU Ir. Tasabar Mochtar)

Kasus dugaan korupsi di PT KIW (Kawasan Industri Wijayakusuma)

Tahun 2005 :
Kasus Tunjangan Perumahan bagi Anggota DPRD Jateng sebesar Rp 65 Jt per orang

Kasus dugaan korupsi di SPBU Tingkir Salatiga dalam pembayaran DO (Delivery Order) senilai Rp 10,3 M

Kasus dugaan korupsi APBD Kota Salatiga TA 2004 senilai Rp 2,395 M

Kasus pengadaan 38 Mobil Dinas Pemkot dan DPRD Semarang dalam Raperda Perubahan Tahun 2005 senilai Rp 4,55 M

Kasus Putusan Percobaan PN Semarang dalam kasus korupsi APBD Jawa Tengah TA 2003 (Mardijo Cs) dan kasus korupsi dobel anggara APBD Kota Semarang (Ismoyo Cs)

Tahun 2006 :
Kasus dugaan korupsi mark down Retribusi Pelelangan Ikan yang terjadi di TPI II Klidang Lor Kab. Batang senilai Rp 2 M

Kasus dugaan korupsi pengadaan Buku Wajib BP Kota Salatiga APBD TA 2003 dan 2004 senilai Rp 17,6 M
Kasus suap (Bandengate) kepada Kejari Semarang

Kasus dugaan penyelewengan Pengadaan Jasa di PTPN IX (Persero) Semarang

Kasus dugaan korupsi Pengadaan Buku Paket SD/MI dari APBD 2004 (Kasus fee 650 jt atas Pengadaan Buku Ajar Kab. Semarang) senilai Rp 3,3 M

Kasus dugaan korupsi APBD Prov Jawa Tengah TA 2003 senilai Rp 14,8 M (Kasus Tahap ke- II)

Kasus dugaan korupsi Dana Asuransi Fiktif DPRD Kota Semarang TA 2003 senilai Rp 1,7 M

Kasus pengadaan Mobil Dinas Kab Kendal dalam APBD Perubahan 2006

Kasus dugaan korupsi APBD Salatiga TA 2000 – 2003 senilai Rp 1,3 M

Kasus pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)

Kasus dugaan korupsi Beasiswa Fiktif (Beasiswa Walikota Semarang Tahun 2003) yang diduga melibatkan Walikota Semarang Sukawi Sutarip

Kasus dugaan korupsi APBD Kab Boyolali TA 2004 senilai Rp 3,4 M

Kasus dugaan korupsi pembangunan Pasar Wage Adiwinangun Ngadirejo Kab Temanggung senilai Rp 8,1 M

Tahun 2007 :
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Puskesmas Kaliwungu Kec Kaliwungu Kab Semarang senilai Rp 1,17 M

Kasus dugaan korupsi pengadaan Buku Ajar Balai Pustaka (BP) Kota Salatiga TA 2003 senilai Rp 17,6 M (nilai proyek)

Kasus dugaan pengumuman lelang fiktif (palsu) di harian Media Indonesia dan Radar Kudus untuk pengadaan barang dan jasa di Kab Rembang dalam APBD TA 2006

Kasus dugaan korupsi pengadaan Buku Wajib Kab Grobogan untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK terbitan Balai Pustaka yang berasal dari APBD TA 2004 senilai Rp 36 M

Kasus dugaan korupsi pengadaan Buku Ajar unruk SD – SLTA terbitan PT Balai Pustaka (BP) Kab Sukoharjo TA 2003 (nilai proyek pengadaan buku Rp 10 M) & TA 2004 (nilai proyek pengadaan buku Rp 2 M)

Kasus dugaan suap atas penanganan kasus penyelundupan dua container berisi 8.400 ponsel milik PT Wiwatex Pekalongan tahun 2005 yang diterima oleh Kacabjari Pelabuhan tanjung Emas Semarang (M Hairul Arifin SH)

Kasus dugaan kurang transparannya penggunaan anggaran dalam proyek Semarang Pesona Asia Kota Semarang dalam APBD TA 2007 senilai Rp 3 M dan dana dana yang diperoleh dari sponsorship

Kasus dugaan korupsi APBD Prov Jawa Tengah TA 2003 senilai Rp 14,8 M (Kasus Tahap ke- III)

Tahun 2008 :
Kasus dugaan indikasi/manipulasi/korupsi dalam operasi pasar minyak goreng Kota Semarang

KP2KKN mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah untuk segera melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung atas Putusan Mahkamah Agung dalam kasus dugaan Korupsi APBD Jateng TA 2003 atas nama terdakwa Mardijo Bin Sontodimedjo

Kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang di Perusahaan Daerah BPR – BKK Kota Semarang

KP2KKN mendesak Mahkamah Agung melakukan Pemeriksaan terhadap Majelis Hakim PN. Purwokerto yang mengadili kasus dugaan korupsi APBD Banyumas TA 2002 dan 2005

Kasus dugaan penyelewengan dana BLT di Provinsi jawa Tengah
KP2KKN mendesak segera dikeluarkannya Surat Ijin Presiden untuk memeriksa 4 (empat) kepala daerah : Bupati Batang, Bupati Purworejo, Walikota Semarang dan Walikota Magelang
Kasus dugaan korupsi 4 kepala daerah : Bupati Batang, Bupati Purworejo, Walikota Semarang dan Walikota Magelang yang Surat Ijin Presiden belum keluar

Tahun 2009 :
KP2KKN mendesak Mahkamah Agung melakukan Pemeriksaan terhadap Majelis Hakim PN. Surakarta telah memvonis bebas terhadap 6 (enam) mantan anggota DPRD Surakarta periode 1999-2004 yakni Gunawan M. Su’ud, Zainal Arifin, Sahil Al Hasni, KRMH Satryo Hadinagoro, Bambang Rusiantono dan James August Pattiwael, yang terkait dengan kasus pidana korupsi APBD Kota Surakarta tahun anggaran 2003.

Kasus dugaan pungutan yang tidak transparan dan tidak ada dasar hukum di PLN Distribusi Jateng-DIY (kasus PPOB)

Kasus dugaan Pemotongan Dana Bansos Prov Jateng dalam APBD TA 2008

Kasus dugaan KKN dalam Proyek Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga

Kasus Penyertaan Modal Pemkot Semarang ke PT Mahesa Jenar

Kasus dugaan korupsi APBD Pati TA 2003 (kasus Double Anggaran APBD Pati TA 2003 pada pos pembiayaan LPj 2002 Dan Bantuan Pihak Ketiga) senilai Rp. 1,7 M

Kasus dugaan pemerasan terhadap Sdr. Ahmadi SH (Ketua Komisi I DPRD Kota Salatiga Periode 1999-2004 dan salah satu tersangka kasus dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Buku Ajar PT. Balai Pustaka dalam APBD TA 2003 – 2004 Kota Salatiga) pada saat penyidikan berlangsung yang dilakukan oleh KASAT RESKRIM POLRES SALATIGA AKP PRATOMO (sekarang Anggota SAT TIPITER POLDA JATENG)

Kasus dugaan KKN dalam pelelangan Proyek Pembangunan Jalan Ngalian – Mijen dengan pagu anggaran senilai Rp.28.693.005.000 dari APBD Kota Semarang TA 2009.

Kasus dugaan korupsi BANSOS Provinsi Jawa Tengah sekitar kurang lebih sebesar Rp. 5 Miliar

Kasus dugaan Penyalahgunaan Dana Penyertaan Modal PT RBSJ dari APBD TA 2006 dan TA 2007 senilai Rp. 35 Miliar.


Bottom of Form

PERTARUNGAN KEPERCAYAAN LEMBAGA PEMERINTAH DALAM KASUS BANK CENTURY

Kasus Bank Century bukalah sekedar kasus perbankan ataupun pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Tetapi kasus ini telah memasuki ranah politik, dengan terbangunnya perdebatan antar elite politik mengenai layak tidaknya Bank tersebut mendapatkan bantuan. Persoalan ini juga kembali mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan kita beserta dengan para pelakunya.

Bantuan bailout dan sejumlah dana yang dikeluarkan oleh LPS kembali diperdebatkan. Dua pertanyaan besar yang kemudian muncul yaitu 1) apakah Bank Century masih layak untuk tetap sustain?, 2) jika kasus obligasi “bodong” tidak mencuat kepermukaan apakah BI akan mengumumkan bahwa bank tersebut tidak sehat?

Kekhawatiran nasabah Bank Century ternyata beralasan dan hampir terbukti. Pasalnya berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Juli 2008 Bank Century sudah mengalami kesulitan likuiditas dan sejumlah nasabah besar pun menarik dana pihak ketiga (DPK) miliknya. Hal ini berlanjut dengan seringnya bank ini melanggar ketentuan giro wajib minimum (GWM) yang harus dipenuhinya.

Kondisi ini diperparah dengan keresahan dan ketidakpercayaan nasabahnya yang kemudian dengan tidak mudah menarik dana untuk menghindari kemungkinan buruk yaitu kehilangan uangnya.

Data LPS juga menyebutkan bahwa pada November-Desember 2008 terjadi penarikan DPK oleh nasabah sebesar Rp 5,67 Triliun. Padahal hasil audit akuntan publik Aryanto Yusuf dan Mawar atas laporan keuangan bank century, DPK yang ada saat itu sebesar Rp 9,635 Triliun artinya Bank Century kehilangan lebih dari setengah DPK hanya dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan.

Sejak terbitnya Paket Oktober tahun 1988 atau dikenal dengan sebutan PAKTO’88 yang meliberalisasi industri perbankan Indonesia pengawasan terhadap perbankan semakin sulit dilakukan. Banyak pengusaha yang sama sekali tidak memiliki latar belakang perbankan, mendirikan bank dengan tujuan memperoleh dana masyarakat yang dipercayakan untuk membiayai anak perusahaannya. Karena, hanya dengan setoran Rp 10 Miliar, seseorang dapat mendirikan bank. Ketika itu industri perbankan mudah untuk dimasuki sehingga sekitar 160 bank lahir pada saat itu, tetapi seolah tak terpikirkan betapa sulitnya untuk dapat keluar dari industri ini. Hal ini juga yang kemudian naik ke permukaan ketika krisis moneter 1998 dan kemudian menimbulkan kasus BLBI yang hingga saat ini kasusnya masih belum selesai.

Hal itu seharusnya menjadi pelajaran yang sangat mahal yaitu Rp 144 Triliun (merupakan dana BLBI yang sampai saat ini menjadi kontroversi) bahwa betapa pentingnya pengawasan terhadap bank, sehingga kasus seperti Bank Century ini dapat dihindari.

Pertanyaan mengenai kelayakan Bank Century untuk tetap sustain, akan menjadi pertanyaan yang sulit dijawab oleh pemerintah. Walau bagaimana pun, permintaan pemerintah kepada LPS untuk melakukan bailout atas Bank Century mengindikasikan bahwa pemerintah beranggapan Bank Century layak untuk tetap sustain, namun melihat efek jangka panjangnya, hal ini memberikan contoh yang tidak baik terhadap dunia perbankan kedepan. Atau mungkin pemerintah sudah menganggap ini sebagai masalah sistemik yang akan memberi efek domino kepada bank-bank lainnya.

Kasus Bank Century memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perbankan sehingga terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa mempunyai izin sebagai agen Penjual Reksadana (APERD) dan menjual obligasi tanpa nilai. Dimanakah tanggung jawab Bapepam sebagai badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan dalam hal ini serta BI sebagai pengatur dan pengawas bank?.

Sebelumnya kasus penggelapan juga terjadi di Bank Global, saat itu terjadi penggelapan oleh oknum pegawai bank tersebut terhadap dana nasabah yang seharusnya dikonversi dari deposito ke investasi reksadana. Jika dikaitkan dengan penerapan tata kelola pemerintahan maupun perusahaan yang baik, maka kedua kasus tersebut merupakan “pelecehan” terhadap lembaga pengawas keuangan seperti Bapepam dan Bank Indonesia tetapi yang terjadi, seolah-olah saling melempar bola panas antar institusi pengawas keuangan kita. Bagi organisasi perbankan kita, hal ini juga merupakan suatu tamparan bahwa meskipun secara umum bank-bank di Indonesia sudah memperbaiki dirinya seperti penerapan good corporate governance maupun risk manajemen, namun masih ada pelanggaran beberapa hal yang menyangkut etika profesi.

Secara umum kedua kasus tersebut memang harus dilihat dari dua sudut baik peraturan perbankan maupun tindakan kriminal. Peraturan perbankan yang dimaksudkan tidak hanya dilihat dalam bentuk aturannya saja tetapi juga implementasiannya. Hal itulah yang perlu dijawab oleh bapepam dan BI dalam fenomena kedua kasus tersebut. Namun jika yang terjadi adalah indikasi yang kedua, yaitu adanya tindakan kriminal maka seketat apapun peraturan diterapkan tidak ada satu orang pun yang dapat menjamin pembobolan, penipuan, dan sebagainya dalam perbankan dapat dihapuskan.

Untuk memperkecil peluang kejadian serupa dapat terulang kembali, perlu adanya antisipasi khusus dari Bapepam dan BI terutama mengenai kepemilikan saham suatu bank, serta kaitan antara bank dengan suatu grup usaha, karena dikhawatirkan dana yang dikumpulkan dari masyarakat hanya disalurkan kepada perusahaan dalam grupnya bahkan tanpa memperhatikan aspek dari kelayakan usahanya dan juga berpotensi terjadi mark up padahal pengelola keuangan harus terbebas dari berbagai konflik kepentingan. Selain itu, lemahnya sistem hukum yang ada akan membuat para “bankir nakal” untuk berhitung untung-rugi melakukan pembobolan atau penipuan perbankan. Hal inilah yang harus diminimalisir dengan penegakkan hukum kepada siapa saja tanpa pandang bulu.

Kasus-kasus tersebut menjadi salah satu penghambat dalam pemulihan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini. Hal fundamental yang sering terlupakan dalam upaya penguatan kembali ekonomi kita yaitu : kejujuran dan transparansi yang diikat oleh elemen kepercayaan (trust).

Akibatnya, jangankan mampu untuk mengatasi masalah dan menguatkan kembali perekonomian terutama pasar keuangan, melihat apa yang tengah berlangsung pun, Pemerintah sepertinya belum memiliki informasi akurat. Sehingga wajar jika masyarakat sebagai pelaku ekonomi meragukan kemampuan pemerintah untuk mengatasi masalah saat ini dan cenderung berfikiran logis untuk mengamankan dana yang mereka miliki. Situasi ini yang kemudian disebut pemerintah sebagai kepanikan. sehingga pemerintah harus bercermin lebih dalam dan mengajarkan serta memberikan contoh mengenai kejujuran dan transparansi, sehingga dapat terus memelihara kepercayaan kita semua.

DUGAAN PENGKONDISIAN 128 PAKET PROYEK DI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS TAHUN ANGGARAN 2008

1.Bahwa Disinyalir adanya dugaan KKN/ kebocoran keuangan Negara / penyalahgunaan wewenang dan jabatan pada kegiatan / pekerjaan jasa / jasa konstruksi di SKPD Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Banyumas, sumber dana APBN - APBD Tahun Anggaran 2008 dengan anggaran kurang lebih sebesar Rp. 66.712.067.000,- ( Enam puluh enam miliar tujuh ratus dua belas juta enam puluh tujuh ribu rupiah ) yang terbagi 128 paket kegiatan/pekerjaan. Kemungkinan besar Rekanan juga terlibat langsung pada proses pengkondisian paket proyek di Kabupaten Banyumas. Untuk menindaklanjuti temuan itu,

2.Bahwa Menurut M.Basri, untuk kepentingan kepastian hukum ada atau tidak adanya Korupsi,Kolusi dan Nepotisme pada proses pelelangan pekerjaan jasa / jasa konstruksi di SKPD DPU Pemerintah Kabupaten Banyumas pada pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari APBN – APBD Tahun Anggaran 2008, maka diperlukan informasi dan keterangan dari pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan panitia pelelangan atas kegiatan/pekerjaan di SKPD DPU Kabupaten Banyumas tahun anggaran 2008. Pejabat terkait tidak perlu mempersulit dalam memberikan keterangan kalau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya memang yang sudah dilaksanakan sudah sesuai aturan. Kalau ada pejabat yang mempersulit dalam memberikan informasi dan keterangan pada masyarakat, justru dapat melanggar perintah PP.68 Pasal 10 dan peraturan lain yang meneyertainya, dan pejabat seperti itu perlu dipertanyakan kredibilitas dan track rekordnya. Kata M.Basri yang dikenal tanpa kompromi.

Informasi dan keterangan yang wajib diberikan secara transparan kepada masyarakat sebagaimana perintah Keppres 80 Tahun 2003 Pasal 48 ayat (6) dengan penjelasan yang berbunyi bahwa Informasi yang wajib diberikan kepada masyarakat adalah : A). Perencanaan paket-paket pekerjaan. B). Pengumuman pengadaan barang/jasa. C). Hasil evaluasi prakualifikasi. D). Hasil evaluasi pemilihan penyedia. E). Dokumen Kontrak. F). Pelaksanaan kontrak. Maka berdasarkan perintah Keppres itulah, GNPK mengklarifikasi SKPD Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyumas untuk dapat memberikan informasi dan keterangan dengan sebenar-benarnya tentang nilai nominal pagu anggaran berikut harga perkiraan sendiri (HPS) atas 128 paket pekerjaan dimaksud, tandas M.Basri.


Menurut S.Broto selaku Ketua Sub Koordinator GN-PK Kabupaten Banyumas, diakui bahwa selama ini kegiatan proyek di wilayahnya memang cenderung sudah dikapling-kapling sebelumnya. Pokoknya sebelum tender dimulai, rekanan calon pemenang sudah terkondisi rapi, mungkin maksudnya supaya kondusif dalam berbagi pekerjaan, itupun saya denger dari mulut kemulut dan tidak pernah saya dapatkan bukti otentik apapun. Makanya saya heran, kenapa justru Tim GN-PK Provinsi Jawa Tengah yang mendapatkan dokumen atas 128 paket pekerjaan di Dinas PU Kabupaten Banyumas. Karena persekongkolan dalam tender ini sudah ditangani langsung oleh Ketua GNPK Provinsi Jawa Tengah, maka saya tidak dapat berbuat banyak, bahkan sekarang saya diperintahkan untuk ikut mengawal dan mengawasi secara ketat, apakah memang ada unsur tindak pidana korupsinya atau tidak, kata S.Broto blak-blakan.

Untuk menindaklanjuti itu semua, maka pada tanggal 21 Mei 2008, Koordinator GN-PK Provinsi Jawa Tengah telah mengirim surat nomor K / 126 - GNPK Jateng / V / 2008 perihal : Klarifikasi – I yang isinya minta keterangan dan informasi besaran nilai nominal pagu anggaran dan HPS atas 128 paket kegiatan/pekerjaan (proyek) APBN – APBD Tahun anggaran 2008 di Kabupaten Banyumas sebagaimana daftar paket pekerjaan yang berhasil dihimpun tim investigasi GNPK Jawa Tengah. Selanjutnya setelah keterangan dan informasi yang diperoleh dikaji, ternyata proses tendernya berjalan secara normatif dengan harga wajar, maka untuk tahapan proses awal lelang selesailah disitu, tapi untuk hasil akhir pekerjaan akan terus di awasi secara ketat apakah sesuai bestek atau tidak. Namun kalau belakangan ditemukan adanya unsur delik formil dan apalagi tampak jelas potensi kerugian keuangan Negara/daerah, maka dipastikan akan menjadi kasus KKN baru di Kabupaten Banyumas, dan jangan harap ada toleransi, karena rakyat Banyumas sedang menunggu adanya perubahan yang sangat fundamental terhadap para pelaku korupsi. Tegas M.Basri.

Dugaan Korupsi Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen

1.Bahwa Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat, Pemerintah Kabupaten Kebumen berencana untuk membangun rumah sakit yang lebih representatif, karena rumah sakit yang sekarang dimiliki dinilai sudah kurang representatif untuk pelayanan kesehatan yang maksimal.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, Pemerintah Kabupaten Kebumen mempunyai kendala penyediaan dana pembangunan rumah sakit. Dalam usaha untuk merealisasikan rencana tersebut, Pemerintah Kabupaten Kebumen menerima proposal pembangunan rumah sakit dari PT. Ampuh Sejahtera, yang berkedudukan di Jl.Bengawan Solo No. 2 A, Sukoharjo, dengan Nomor 273/AMPS/SKH/VII/2003, tanggal 21 Juli 2003.

2.Bahwa Dengan adanya proposal dari PT. Ampuh Sejahtera tersebut, Bupati Kebumen mengeluarkan Surat Bupati Nomor 050/799, tanggal 16 Agustus 2003 kepada PT.Ampuh Sejahtera, perihal permohonan proses lebih lanjut atas proposal pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Setelah PT. Ampuh Sejahtera menindaklanjuti, Bupati Kebumen mengirimkan surat kepada DPRD Nomor 445/0277 tanggal 31 Maret 2004, perihal penyampaian draft MoU RSUD Tipe B untuk dilakukan kajian secara bersama-sama antara DPRD dengan Tim Eksekutif. Atas surat permohonan tersebut, DPRD Kabupaten Kebumen menyetujui kerja sama pembangunan (RSUD) antara Pemerintah Kabupaten Kebumen dengan PT. Ampuh Sejahtera dengan mengeluarkan Surat Nomor : 440/183 Nomor : 445/172/DPRD/2004, tanggal 30 April 2004, perihal Persetujuan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Kabupaten Kebumen dengan PT. Ampuh Sejahtera Sukoharjo tentang Pembangunan Gedung Baru Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen.

Untuk menindaklanjuti persetujuan kerja sama tersebut, Pemerintah Kabupaten Kebumen dan PT. Ampuh Sejahtera membuat Perjanjian Kerja Sama tentang Pembangunan Gedung Baru Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen, Nomor : 318/AMPS/SKH/V/2004 tanggal 10 Mei 2004.

3.Bahwa Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Bupati Kebumen dan Direktur Utama PT. Ampuh Sejahtera, Sdr. Mustain, dengan saksi-saksi Kepala BP. RSUD Kabupaten Kebumen dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum.

Dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dalam rencana pembangunan RSUD serta telaah atas dokumen perencanaan pembangunan RSUD ditemui beberapa permasalahan, yaitu :

a. Perjanjian Kerja Sama/Memorandum of Understanding (MoU).

Hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait diperoleh penjelasan bahwa pembangunan RSUD dilaksanakan oleh PT. Ampuh Sejahtera didasarkan pada MoU (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Kabupaten Kebumen dengan PT. Ampuh Sejahtera. MoU yang dimaksudkan tersebut sama dengan Perjanjian Kerja Sama Nomor : 440/183 Nomor : 318/AMPS/SKH/V/2004 tanggal 10 Mei 2004.

Dengan adanya MoU yang diwujudkan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama, terjadi kerancuan pemahaman, dimana MoU sebagai suatu nota kesepahaman yang belum mencantumkan hak dan kewajiban serta sanksi tapi dalam Perjanjian Kerja Sama (yang diartikan sebagai MoU) sudah mengatur hak dan kewajiban serta sangsi sebagai suatu bentuk perikatan kedua belah pihak.

Dalam MoU/ Perjanjian Kerja Sama tersebut antara lain berisi :

- Biaya pembangunan RSUD sebesar Rp68.323.800.000,00;

- Pembebanan biaya pembangunan, yaitu APBD Kabupaten Kebumen dengan dukungan APBD Propinsi Jawa Tengah dan APBN;

- Jenis pekerjaan yang akan dikerjakan;

- Tahapan pembayaran;

- Jangka waktu pelaksanaan pembangunan;

- Syarat dimulainya pekerjaan;

- Hak dan kewajiban kedua belah pihak, salah satu kewajiban Pihak Kedua adalah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

- Syarat berakhirnya perjanjian, yang salah satunya berbunyi “Pihak Pertama

dan atau Pihak Kedua melanggar isi perjanjian ini.”

Dengan isi MoU/Perjanjian Kerja Sama seperti di atas, maka seolah-olah MoU/ Perjanjian Kerja Sama berfungsi sama dengan Surat Perjanjian Pemborongan/Kontrak Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa.

Selain MoU/Perjanjian Kerja Sama, dalam rangka pembangunan RSUD telah diterbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), No. 050/330/SPMK/INDUK/2004, tanggal 14 Juni 2004, yang ditandatangani bersama antara Bupati Kebumen dan Direktur Utama PT. Ampuh Sejahtera. Dalam hal penandatanganan SPMK tersebut terdapat ketidak laziman, dimana yang diberi kerja/penyedia jasa ikut menandatangani SPMK. SPMK tersebut dibuat dengan dasar Surat Perjanjian Kerja Sama Nomor : 440/183 Nomor : 318/AMPS/SKH/V/2004 tanggal 10 Mei 2004.

Isi dari SPMK tersebut antara lain :

- Pekerjaan harus dilaksanakan menurut syarat-syarat pelaksanaan pekerjaan meliputi:

1) Perjanjian kerja sama Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen dengan PT. Ampuh Sejahtera Sukoharjo;

2) Aanwijzing/penjelasan tata cara pelaksanaan pekerjaan dengan spesifikasi teknis yang disyaratkan;

3) Ketentuan yang tercantum dalam kontrak dengan masing-masing Pengguna Anggaran;

4) Petunjuk teknis dari konsultan pengawas dan Tim Teknis dari Pemerintah Kabupaten Kebumen.

-

Pada setiap akan memulai tahapan jenis pekerjaan pada unit bangunan yang dikerjakan wajib didahului dengan mengajukan ijin kepada pengguna jasa.

Selain telah diterbitkannya SPMK tersebut, pada tanggal yang sama juga telah dibuat Berita Acara Serah Terima Lapangan (BA-SPL), No. 050/331/BASPL/2004, tanggal 14 Juni 2004 antara Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kebumen selaku Pengguna Anggaran dengan Direktur PT. Ampuh Sejahtera,Sukoharjo. Isi dari BA-SPL tersebut antara lain menyebutkan bahwa Pihak Kesatu menyerahkan lapangan/lokasi Pekerjaan Pembangunan Gedung Baru BPR RSUD Kabupaten Kebumen kepada Pihak Kedua yang menerima untuk dapat dikelola sesuai Kontrak No. 440/183 No.318/AMPS/SKH/V/2004 tanggal 10 Mei 2004.

Dengan dijadikannya Surat Perjanjian Kerja Sama tersebut sebagai dasar pembuatan SPMK dan BA-SPL (bahkan dalam BA-SPL Surat Perjanjian Kerja Sama tersebut disebut sebagai kontrak), maka Surat Perjanjian Kerja Sama telah dianggap sebagai Surat Perjanjian Pemborongan/Kontrak Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa dalam Pekerjaan Pembangunan Gedung Baru BP RSUD Kabupaten Kebumen. Hal tersebut juga tidak lazim dalam proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Selain itu, penggunaan Surat Perjanjian Kerja Sama sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan juga bertentangan dengan isi SPMK mengenai syarat dimulainya pekerjaan, yaitu pada angka 3 huruf c, yang menyebutkan “Ketentuan yang tercantum dalam kontrak dengan masing-masing Pengguna Anggaran”.

b. Terdapat dua versi Rencana Anggaran Biaya.

Atas pelaksanaan pembangunan RSUD tersebut, walaupun telah dikeluarkan BA-SPL tetapi dokumen kegiatan yang ada hanya dokumen-dokumen perencanaan yang belum disetujui oleh pengguna jasa. Dokumen perencanaan tersebut antara lain gambar kerja, Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan Daftar Harga Bahan dan Upah.

Telaah atas dokumen RAB diketahui bahwa terdapat 2 (dua) versi RAB, dimana dalam hal total nilai pekerjaan kedua RAB tersebut sama, perbedaan antar keduanya ada pada volume dan nilai pada jenis-jenis pekerjaan yang akan dikerjakan sedangkan gambar kerja tidak ada perubahan. Dengan adanya RAB yang berbeda-beda dan tidak diikuti dengan perubahan gambar kerja tersebut, adalah sesuatu yang janggal/tidak lazim dalam perencanaan pekerjaan teknis.

c. Penentuan Harga Bahan dan Upah tidak sesuai dengan peraturan.

Dari dokumen Daftar Harga Bahan dan Upah, diketahui bahwa untuk bahan/barang diluar Standar Harga Kabupaten Kebumen, dibuat dengan komponen perhitungan untuk Harga Bahan yang Dipakai adalah harga price list, penyesuaian harga 11%, jasa 10%, dan PPh 2%. Sementara untuk menentukan harga bahan/barang yang ada dalam Standar Harga Kabupaten Kebumen dilakukan dengan cara Standar Harga dikurangi PPN dan ditambah dengan penyesuaian harga. Sedangkan untuk Harga Satuan Pekerjaan yang Dipakai dengan komponen perhitungan Harga Bahan yang Dipakai ditambah dengan biaya pemasangan, alat bantu, dan asesories lainnya. Untuk beberapa jenis barang, harga yang digunakan dalam perhitungan harga satuan pekerjaan di RAB lebih tinggi dari Harga Bahan yang Dipakai.

Dalam penentuan Harga Bahan dan Upah tersebut seharusnya berdasarkan Harga Pasaran Setempat yang diperoleh dari survey harga pasar dan komponen lain yang dapat diperhitungkan hanya Jasa Pemborong. Dengan cara perhitungan harga satuan seperti tersebut di atas, menunjukkan adanya kecurangan dalam penentuan harga satuan yang bisa berakibat merugikan keuangan Negara/daerah.

Dari uraian di atas terlihat bahwa, sejak dari pembuatan perjanjian kerja sama (yang berfungsi sebagai kontrak pekerjaan), penerbitan SPMK, pembuatan BA-SPL, penentuan volume pekerjaan dalam RAB, sampai dengan penentuan harga satuan dalam RAB, dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain hal-hal seperti diuraikan di atas, di ketahui pula bahwa konsultan perencana ( PT. Swarna Dasakarsa Konsultan, Semarang) ditunjuk oleh PT. Ampuh Sejahtera yang permohonan persetujuannya disampaikan kepada Bupati Kebumen dengan surat No. 001/AMPS/KBM/2004, tanggal 11 Mei 2004.

Dari dokumen Daftar Harga Bahan dan Upah, pada lampiran price list barang diketahui bahwa informasi harga tiang pancang dari PT. WIKA Beton atas permintaan PT. Swarna Dasakarsa Konsultan untuk pembangunan RSUD Kabupaten Kebumen dikeluarkan pada tanggal 19 Januari 2004. Hal tersebut menunjukkan bahwa PT. Ampuh Sejahtera telah merancang/membuat RAB pembangunan BP RSUD sebelum Perjanjian Kerja Sama ditandatangani dan surat permohonan penunjukkan konsultan perencana kepada Bupati Kebumen hanya sebagai formalitas.

Kondisi tersebut di atas tidak sesuai dengan:

Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 pada :

a. Pasal 5, huruf f “menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang/jasa”

b. Pasal 13 (1) “Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan.”

c. Pasal 13 (3) “HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan …..”

d. Pasal 31 (7) “Kontrak untuk pekerjaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) ditandatangani oleh pengguna barang/jasa setelah memperoleh pendapat ahli hukum kontrak yang professional.”

e. Pasal 35 (2) “Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagaimana diatur di dalam kontrak.”

f. Pasal 35 (3) Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian penyedia barang/jasa dikenakan sanksi sesuai yang ditetapkan dalam kontrak berupa :

1) jaminan pelaksanaan menjadi milik Negara;

2) sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa;

3) membayar denda dan ganti rugi kepada Negara;

4) pengenaan daftar hitam untuk jangka waktu tertentu.”

g. Pasal 35 (6) “Kontrak batal demi hukum apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”

h. Pasal 35 (7) “Kontrak dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan KKN, kecurangan, dan pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan kontrak.”

i. Pasal 37 (3) “Konsultan perencana yang tidak cermat dan mengakibatkan kerugian pengguna barang/jasa dikenakan sanksi berupa, keharusan menyusun kembali perencanaan dengan beban biaya dari konsultan yang bersangkutan, dan/atau tuntutan ganti rugi.”

Dengan proses pengadaan barang seperti diuraikan di atas, akan berpotensi merugikan Negara/daerah apabila direalisasikan pembangunan dan pembayarannya.

Hal tersebut disebabkan karena adanya indikasi kecurangan dalam perencanaan pembangunan BP RSUD yang dilakukan oleh PT. Ampuh Sejahtera.